infoooo..........

1. Pemeriksaan lumbal punksi, nervus cranial, nervus brain steam

Lumbal punksi

Pungsi lumbal dilakukan oleh dokter. Setelah dilakukan persiapan terhadap kulit, anastesi local dan aseptic, selanjutnya dokter akan menusukkan jarum lumbal no 18 menuju ruang subaraknoid pada L3-L4 atau L4-L5. Pada saat penusukan klien diharapkan dalam posisi rileks. Mandarin pada jarum diangkat dan selanjutnya dihubungkan ke manometer untuk mengetahui tekanan (normal 60-80 mm air). Perawata perlu mencatat tekanan pada saat pembukaan dan penutupan. 3-5 sampel cairan serebrospinal (masing-masing 3-5 ml) yang diambil dan ditampung pada tabung. Perawat member label pada tabung tersebut. Penampilan cairan serebrospinal dicatat, meliputi adanya darah dan warna. Pada saat cairan serebrospinal ada darah, maka harus dapat dibedakan antara perdarahan pada SSP dan trauma akibat penusukan jarum lumbal. Setelah sampel serebrospinal dikumpulkan, kemudian jarum diangkat dan dilakukan penekanan pada lokasi penusukan

Tindakan setelah pemeriksaan:

a. Klien dibaringkan dalam posisi datar 6-24 jam, tergantung pada adanya sakit kepala. Kepala ditinggikan 15 derajat pada saat makan.

b. Data-data pengkajian neurologi dikumpulkan dan dicatat setiap jam sampai stabil.

c. Memberikan dan menganjurkan minum yang disukai klien untuk 48 jam.pemasukan cairan lebih dari 3000 ml/hari akan membantu dalam memproduksi cairan serebrospinal.

d. Memberikan analgesic peroral bila sakit kepala.

e. Mempertahankan pencatatan intake dan output dalam waktu 24 jam.

f. Mengkaji distensi bladder. Kadang-kadang klien mengalami kesulitan untuk berkemih 24 jam setelah pungsi lumbal.

g. Menganjurkan pergerakan sendi dan latihan kaki untuk mengurangi spasme.

h. Observasi tanda-tanda meningeal akibat penusukan yang tidak steril, seperti: kaku kuduk, demam, photopobia.

Nervus cranial

Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan neurologis yang terdiri dari;

1). Status mental,

2). Tingkat kesadaran,

3).Fungsi saraf kranial,

4). Fungsi motorik,

5). Refleks,

6). Koordinasi dan gaya berjalan dan

7). Fungsi sensorik

PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
a.Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.

b.Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
i. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.

Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.

ii. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.
Tes Konfrontasi
Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
Perimetri / kompimetri
Lebih teliti dari tes konfrontasi
Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.

iii. Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil.
Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.

Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.

iv. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.

v. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.

c.Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.

2.Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.

3.Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
i.Bentuk dan ukuran pupil
ii.Perbandingan pupil kanan dan kiri
pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
ÆPerbedaan
iii. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
1.Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2.Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
3.Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan 15 cm didepan mata±matanya pada suatu objek diletakkan pada jarak pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.

d.Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
1.gerak mata ke lateral bawah
2.strabismus konvergen
3.diplopia

e.Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
1. Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.

2.Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).

3. Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
Refleks kornea
a.Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
b.Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
Refleks bersin (nasal refleks)
Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.

f.Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.

g.Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :
Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya ).
Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
- Tes kekuatan otot
1.Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2.Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
3.Memperlihatkan gigi (asimetri)
4.Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5.meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
6.Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.
- Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.

h.Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler
1)Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.

Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.

2)Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.

i.Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).

j.Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.
k.Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.

2. perjalanan reflex otak dan medulla spinalis

Terjadinya Gerak Biasa Dan Gerak Refleks

Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk menjelaskan penghantaran impuls oleh saraf. Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor. Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk.

Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut.

3. perawatan pasien lumpuh

Stroke merupakan suatu penyakit yang bisa menyebabkan kecacaan pada penderitanya. sehingga penderita merasa diriya sudah tidak bergunalagi dan menyusahkan orang lain saja, dan akhirnya menjadi depresi. keadaan tersebut dapat memperlambat dan memperburuk keadaan penderita. untuk menanggulani hal tersebut salah satunya dengan peran aktif keluarga dalam merawat penderita. Secara umum dijabarkan petunjuk perawatan pasien di rumah yaitu :

1. Perawatan pasien stroke sebaiknya lebih dari satu, agar pekerjaan dapat dibagi – bagi.

2. Pilihlah kamar yang dekat dengan kamar mandi, ruang makan, atau dapur. Aturlah perabotan atau peralatan yang mudah digunakan penderita.

3. Pastikan tinggi ranjang sesuai dengan kegiatan perawatan sehari – hari. Dan menggunakan lapisan anti bocor diantara kasur dan seprai.

4. Ciptakan suasana tenang dan menyenangkan. Hindari pembicaraan mengenai ketidakmampuan pasien. Jangan memaksa pasien untuk melakukan sesuatu. Sebaiknya gunakan saran – saran atau bujukan.

5. Bantu penderita untuk mengurus dirinya sendiri sejauh mama yang bisa dia kerjakan dorong penderita untuk bertanggung jawab atas aktivitas latihan yang dilakukan.

6. Pujilah setiap usaha yang dilakukannya.

7. Jangan berasumsi bahwa dia tidak bisa menggunakan pikirannya. Jagalah hubungan sama seperti sebelum dia menderita stroke.

8. Bantulah penderita untuk mempertahankan hubungan dengan dunia luar dan orang lain sama seperti sebelum dia menderita stroke

9. Berkonsultasi dengan dokter secara teratur dan dengarkan nasihat – nasihat dari fisioterapi.

10. Sesering mungkin ajaklah penderita untuk bangkit dari ranjangnya, dan kalau tidak mampu ajaklah duduk ketika menyantap makanan.

11. Buatlah catatan dalam satu buku mengenai kemajuan gerakan, aktivitas, bicara, dan lain - lain setiap Minggunya.

12. Jika memungkinkan hindari menggendong penderita dan bantu penderita bergerak dengan kemampuannya sendiri.

4. gambar posisi tidur pasien lumpuh beserta penjelasannya (dalam rangka pencegahan dekubitus)

Posted by isn'tpunya | di 13.49

0 komentar:


Free Wordpress Themes | Converted into Blogger Templates by Theme Craft | Falcon Hive